Kamis, 21 Januari 2016

STASIUN BESITANG, STASIUN KERETA PERTEMUAN DUA LEBAR REL BERBEDA

STASIUN BESITANG, STASIUN KERETA PERTEMUAN DUA LEBAR REL BERBEDA
Stasiun Besitang semasa masih melayani kereta dari maskapai Atjeh Tram dan Deli Spoorwag Maatch. Foto: KITLV







Jarak Stasiun Medan hingga Stasiun Besitang ini sepanjang 101 kilometer. Di sepanjang jalur itu kini tinggal sepenggal jalur yang masih aktif, yaitu dari Stasiun Medan sampai Stasiun Binjai yang berjarak 21 kilometer.  Jalur ini juga memiliki berbagai macam percabangan, seperti percabangan menuju rel 750 mm Aceh, rel dual gauge menuju Pangkalan Susu, rel ke pelabuhan Pangkalan Brandan maupun rel cabang menuju sentra-sentra perkebunan yang menyebar sepanjang jalur ini.

Kalau melihat sekilas memang sulit mengakui adanya kemajuan peranan KA di Sumut dan Aceh saat ini. Era 1970-an, sisa-sisa kejayaan KA Sumut masih dapat dirasakan dengan beroperasinya KA Ekspres Medan – Besitang pp, yang tersambung dengan KA Ekspres Aceh Besitang – Langsa pp. 




Distribusi logistik antara Sumut dan Aceh ketika itu juga banyak menggunakan KA. Walaupun ada perbedaan lebar sepur antara KA di Sumut (1.067 mm) dan KA di Aceh (750 mm), namun hal ini tidak menjadi penghalang gerbong barang milik DSM bisa dinaikkan ke atas gerbong datar (flat Car) KA Aceh. Tetapi yang sering dilakukan adalah bongkar muat di stasiun Besitang untuk penerusannya, baik ke Aceh maupun ke Sumut.

Selain kedua KA Ekspres tersebut, pada jalur Medan – Besitang juga beroperasi KA Campuran yang merangkai gerbong barang dicampur dengan kereta penumpang. Pagi dini hari dari Medan dan Pangkalanberandan diberangkatkan KA Campuran ini menuju Pangkalan Berandan dan Medan. Berhenti dan langsir di Stabat, Tanjung Selamat, bahkan Bukit Putus untuk menarik gerbong ketel isi minyak sawit, serta gerbong isi kayu hasil hutan.

Walaupun perjalanan nyaris tidak lancar, karena harus berhenti di sejumlah stasiun seperti Sunggal, Diski, Binjai, Pungai, Kwala Begumit, Kwala Bingai, Pantai Gemi, Stabat, Bukitputus, Tanjung Selamat, Kwala Pasilam, Tanjungpura Halte, Tanjungpura, Balai Gajah, Gebang, Securai, Pangkalan Berandan. Walau banyak perhentiannya, animo masyarakat untuk menggunakan KA sangatlah besar. Tiga kereta penumpang yang terbuat dari kayu selalu tampak penuh sesak. 

Pada tahun 2006 jalur Binjai-Besitang masih dilalui kereta penumpang yang berangkat setiap hari minggu. Saat itu kereta penumpang rute Besitang tujuan Medan dapat dinaiki dengan ongkos Rp 5000,00. Kemudian pada Bulan Desember terjadi banjir bandang di sungai Besitang yang meluluhlantakkan bangunan, termasuk stasiun Besitang yang tak jauh dari sungai.

Sementara jalur Binjai – Besitang, apalagi Besitang – Langsa, sejak tahun 1980-an sudah tidak pernah lagi melihat kereta api. Jalur ini pasrah seolah menunggu untuk di reaktivasi kembali. Hanya sisa-sisa bentangan rel yang masih tampak di beberapa tempat sebagai saksi sejarah walau sebagian relnya pun sudah dijarah masyarakat.

Pembangunan Jalur Kereta Aceh dari Langsa menuju Besitang

Jalur Kuala Simpang-Pangkalan Susu mulai dibangun tahun 1915 hingga 1917. Jalur ini dibangun untuk mempertemukan jaringan kereta yang dibangun Atjeh Tram dengan jaringan rel Deli railway Company (DSM). Pemerintah Hindia Belanda melihat potensi untuk menghubungkan jalur ini bukan sebagai tujuan militer, namun untuk mempermudah perpindahan komoditas perkebunan seperti karet dan angkutan barang baik dari Aceh maupun dari wilayah Sumatera Utara.

Koneksi menuju Pangkalan Brandan dimulai saat pembukaan jalur kuala Simpang menuju Sungai Lipoet pada tahun 1914. Setelah itu, pada 1 Februari tahun 1916 jalur diteruskan sampai Besitang. Pada tahun 1917 dibuat jalur double gauge dari Besitang menuju Aru Bay di pangkalan Susu. Jalur ini memiliki dua lebar spur berbeda karena digunakan dua perusahaan kereta api yang berbeda, Atjeh Tram dengan lebar spur 750 mm dan Deli Spoorweg yang memiliki jaringan rel lebar spur 1067 mm.

Sejarah Stasiun Besitang

Stasiun Besitang. Foto: Koleksi Tembakau Deli Blogspot

Stasiun Besitang (BSG) berada di Kecamatan Besitang Kabupaten Langkat. Stasiun ini dibangun oleh maskapai Atjeh Tram. Stasiun ini cukup unik, karena bangunannya diapit dua lebar spur yaitu, 750 mm dan 1067 mm. Dari barat, jalur rel Aceh memiliki lebar 750 milimeter yang pada awalnya dibuat untuk mobilisasi pasukan Hindia Belanda melawan para pejuang Aceh. Dari timur atau Medan, lebar rel 1.067 milimeter untuk pengangkutan hasil perkebunan di Aceh dan Langkat menuju Medan. Kemudian menyatu pada rel yang menuju Pangkalan Susu.

Hal ini terjadi karena stasiun ini menjadi tempat pertemuan jaringan rel milik ASM (Atjeh Staatspoor en tramwegen Maatschappij) dan DSM (Deli Spoorweg Maatschappij). Di stasiun inilah terdapat pertemuan jalur dari Aceh dan jalur Pangkalan Susu milik ASM dan jalur dari Pangkalan Brandan milik DSM atau disebut break of gauge. Kelak di stasiun inilah akan menjadi saksi pertemuan dua rel 1435 mm milik Divre 1 Aceh dan rel 1067 mm milik Divre 1 Sumut apabila rel Trans Sumatera benar-benar terwujud. Bekas rel 750 mm dari arah aceh kini tertutupi ilalang diantara pepohonan. 

Dari Besitang, terdapat cabang ke Pangkalan Susu sepanjang 9,5 kilometer (km). Ini jalur unik karena memiliki tiga rel untuk dilintasi kereta api dengan lebar 750 milimeter yang berasal dari Aceh dan lebar kereta api 1.067 milimeter dari Medan.

Jalur serupa dengan tiga batang rel ini juga pernah dibangun untuk menghubungkan Yogyakarta-Solo. Tujuannya sama, yaitu memfasilitasi dua kereta api dengan lebar berbeda.

Hal unik lainnya ialah apabila ada lokomotif menarik rangkaian gerbong dari Medan menuju Besitang, maka saat di percabangan pangkalan Brandan lokomotif berjalan mundur sepanjang 14,4 km menuju Stasiun Besitang. Ini disebabkan jalur rel dari arah Medan dan jalur rel dari arah Besitang bertemu dengan posisi rel sama-sama mengarah ke Stasiun Pangkalan Brandan.

Emplasemen Stasiun Besitang setelah relnya dicabut PT KAI. Foto: Koleksi Fanpage DR1RF


Dahulu stasiun ini juga sebagai tempat transit kereta ekspres dari Aceh kemudian berganti kereta menuju Medan. Begitu pula dengan lalulintas kereta barang yang menjadikan stasiun ini tempat pemindahan barang ke kereta menuju Medan.
Bangunan Stasiun Besitang sebelum direvitalisasi. Foto: doc.Herritage PT KAI

Bekas Stasiun Besitang sangat mengenaskan. Setelah rel keempat spoornya dicabut PT KAI untuk dipindahkan ke Stasiun Kisaran, emplasemennya tidak pernah dirawat lagi.

Bangunannya tinggal atap dan tiang-tiang penyangga kayu. Di dekatnya, ada bangunan lain berdinding tembok batu bata. Ada plakat yang menunjukkan bangunan itu diresmikan Kepala Perumka Eksploitasi Sumatera Utara Ir Marsono Mulyodiharjo pada 28 September 1991 sebagai "Ruang Istirahat Awak Kereta Api Besitang".

Perkembangan Jalur Medan-Besitang 

Progres pembangunan jalur rel kereta Medan-Besitang sudah dimulai sejak Juli 2015 menjadi awal rencana Kementerian Perhubungan (Kemenhub) membangun proyek kereta api Trans Sumatera (Trans Sumatera Railways) sepanjang sekitar 2.168 kilometer. 

Untuk Binjai-Besitang jalur yang akan dibangun 84 km dan kini penggerjaannya sudah pada tahap penimbunan jalur kereta yang direncanakan akan menghubungkan Medan-Banda Aceh nantinya. Pengerjaan reaktivasi rel Binjai - Besitang ini bersifat partial, dimana setiap 5/10 km kontraktornya berbeda-beda. Pengerjaan jalur dikebut agar setidaknya jalur ini sudah dapat dilintasi hingga ke Stasiun Stabat.


Railbed di jalur Binjai-Besitang. Foto: koleksi Fanpage DR1RF


Dikutip dari berbagai sumber

Untuk melihat perkembangan lebih lanjut reaktivasi jalur KA Binjai-Besitang, kunjungi fanpage Divre 1 Railfans berikut;



3 komentar: